Laporan FisTum


LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR – DASAR FISIOLOGI TUMBUHAN
ACARA X
PENGARUH AUKSIN TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR



 








Oleh :

Nama           : Aprian Aji Santoso

NIM           : A1L010222




DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2005

I.  PENDAHULUAN


            Walaupun tanaman mudah memperoleh bahan-bahan mentah dalam jumlah yang cukup, serta dikelilingi oleh keadaan lingkungan yang menguntungkan untuk tumbuh dengan baik, akan tetapi tanaman tersebut masih memerlukan suatu mekanisme untuk pengaturan tumbuhnya.  Pengaturan tumbuh ini pada tanaman diperlukan untuk menentukan kapan suatu bagian tanaman terus tumbuh dan kapan bagian lain berhenti tumbuh.  Bahan pengatur tumbuh tersebut biasanya adalah hormon yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil.
            Ketika istilah hormon untuk pertama kali diperkenalkan, istilah itu digunakan untuk menyatakan zat apapun yang dihasilkan dalam suatu bagian organisme yang ditranslokasi ke tempat dimana efeknya terhadap metabolisme dan pertumbuhan sangat besar, jadi berfungsi sebagai kurir kimia (chemical messenger).  Sejak diperkenalkan istilah ini memiliki dua pengertian.  Yang pertama ialah bahwa hanya sejumlah kecil zat yang diperlukan untuk mempengaruhi proses fisiologis.  Pengertian yang kedua ialah bahwa hormon-hormon ini merupakan zat yang terjadi secara alami.
            Sampai sekarang hanya ada lima kelompok hormon yang sudah dikenal, walaupun mungkin masih banyak lagi yang dapat dipastikan akan ditemukan.  Kelima kelompok yang sudah dikenal itu meliputi auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat, dan etilen.  Tetapi pada laporan kali ini hanya akan dibahas mengenai auksin.
Selain untuk melengkapi kegiatan perkuliahan Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan, praktikum ini juga bertujuan agar setelah selesai praktikum, praktikan diharapkan dapat :
  1. Mengenal adanya hormon atau zat pengatur tumbuh.
  2. Mengetahui dan mempelajari peranan zat pengatur tumbuh auksin pada pembentukan akar.



II.  TINJAUAN PUSTAKA


            Zat tumbuh atau hormon adalah zat kimia yang dibuat dalam suatu bagian tanaman tertentu, tetapi mempengaruhi bagian lain dari tanaman tersebut (Darmawan, 1983).  Sedangkan menurut Salisbury dan Ross (1995), hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain, dan pada konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis.
            Respon pada organ sasaran tidak perlu bersifat memacu, karena proses seperti pertumbuhan dan diferensiasi kadang malahan terhambat oleh hormon.  Karena hormon harus disintesis oleh tumbuhan, maka ion anorganik seperti K+ atau Ca2+, yang dapat juga menimbulkan respon penting, dikatakan bukan hormon.  Zat pengatur tumbuh organik yang disintesis oleh ahli kimia organik atau yang disintesis organisme selain tumbuhan juga bukan hormon.  Batasan tersebut menyatakan pula bahwa hormon harus dapat dipindahkan di dalam tubuh tumbuhan (Salisbury dan Ross, 1995).
            Lain lagi dengan yang dikatakan oleh Abidin (1983) yang menyatakan bahwa zat pengatur tumbuh pada tanaman (plant regulator) adalah senyawa organik yang bukan hara (nutrient) yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat (inhibit), dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan.  Hormon tumbuh (plant hormone) adalah zat organik yang dihasilkan oleh tanaman yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis.  Hormon biasanya bergerak dari bagian tanaman yang menghasilkan menuju ke bagian tanaman lainnya.
            Hormon nabati yang paling dulu dikenal dan paling banyak diteliti termasuk ke dalam kelompok auksin.  Auksin adalah merupakan salah satu dari zat pengatur tumbuh yang didefinisikan sebagai senyawa yang dicirikan oleh kemampuannya dalam mendukung terjadinya perpanjangan sel (cell elongation) pada pucuk dengan struktur kimia dicirikan oleh adanya indole ring (Abidin, 1983).
            Hormon ini dihasilkan pada ujung pucuk yang sedang tumbuh, dan setelah bergerak ke bagian-bagian atau organ lain menghasilkan berbagai efek.  Yang paling khas diantaranya adalah pengaturan pembelahan sel.  Berbagai zat yang memiliki keaktifan auksin telah dapat diisolasi secara murni dari jaringan tumbuhan, tetapi yang paling umum dan paling penting ialah zat yang relatif sederhana, yaitu asam indol asetat (IAA).  Selain auksin yang terjadi secara alami, banyak senyawa sintetik memiliki struktur kimia serupa dengan IAA dan sangat aktif sebagai zat perangsang tumbuhan.  Zat-zat sintetik ini berbeda dengan auksin alami dalam hal sifatnya yang sangat beracun jika kelebihan sedikit saja dalam penggunaannya.  Lebih lanjut diketahui bahwa ambang konsentrasi sebagai racun sangat bervariasi menurut jenis tumbuhan, jadi memungkinkan penggunaan zat-zat ini sebagai pemberantas gulma yang sangat efisien dan selektif (Loveless, 1991).
            Auksin bukan hanya terbentuk pada pucuk yang sedang tumbuh tetapi juga pada daerah lain termasuk beberapa yang terlibat pada tahap reproduksi, misalnya serbuk sari, buah, dan biji.  Salah satu gejala yang terkenal yang diperantarai, setidak-tidaknya sebagianoleh auksin ialah dormansi ujung.  Akar lateral seperti halnya kuncup lateral juga dipengaruhi oleh auksin dan pemakaian zat-zat ini dariluar sangat mendorong pembentukan akar lateral.  Penggunaan praktis yang sangat penting gejala ini adalah dalam menggalakkan pembentukan akar pada perbanyakan tanaman dengan setek.  Salah satu hasil utama penyerbukan bunga adalah peningkatan kandungan auksin dalam bakal buah.  Pemberian auksin sintetik telah lama dikenal untuk mendorong proses yang sama tanpa penyerbukan dan menghasilkan buah tanpa biji (Loveless, 1991).
            Pengaruh auksin terhadap berbagai aspek perkembangan tumbuhan (Heddy, 1989), yaitu :
  1. Pemanjangan sel
IAA atau auksin lain merangsang pemanjangan sel, dan juga akan berakibat pada pemanjangan koleoptil dan batang.  Distribusi IAA yang tidak merata dalam batang dan akar menimbulkan pembesaran sel yang tidak sama disertai dengan pembengkokan organ.  Sel-sel meristem dalam kultur kalus dan kultur organ juga tumbuh berkat pengaruh IAA.  Auksin pada umumnya menghambat pemanjangan sel-sel jaringan akar.
  1. Tunas ketiak
IAA yang dibentuk pada meristem apikal dan ditranspor ke bawah menghambat perkembangan tunas ketiak (lateral).  Jika meristem apikal dipotong, tunas lateral akan berkembang.
  1. Absisi daun
Daun akan terpisah dari batang jika sel-sel pada daerah absisi mengalami perubahan kimia dan fisik.  Proses absisi dikontrol oleh konsentrasi IAA dalam sel-sel sekitar atau pada daerah absisi.
  1. Aktivitas kambium
Auksin merangsang pembelahan sel dalam daerah kambium.
  1. Tumbuh akar
Dalam akar, pengaruh IAA biasanya mengahambat pemanjangan sel, kecuali pada konsentrasi yang sangat rendah.
            Di dalam jaringan yang tumbuh aktif terdapat dua macam auksin, yaitu auksin bebas yang dapat berdifusi, dan auksin terikat yang tak dapat berdifusi.  Dengan pelarut seperti eter dapat dipisahkan kedua macam auksin tersebut.  Auksin yang terikat merupakan pusat dari kegiatan hormon di dalam sel, sedangkan auksin bebas adalah kelebihan di dalam keseimbangannya.  Maka auksin yang terikat adalah zat yang aktif di dalam proses pertumbuhan (Kusumo, 1984).
            Hasil penelitian terhadap metabolisme auksin menunjukkan bahwa konsentrasi auksin di dalam tanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.  Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi IAA (Abidin, 1983) adalah :
  1. Sintesis auksin.
  2. Pemecahan auksin.
  3. Inaktifnya IAA sebagai akibat proses pemecahan molekul.





III.  MATERI PRAKTIKUM


A.    Alat
1.      Polybag
2.      Pisau
3.      Penggaris
4.      Plastik
5.      Tali rafia

B.     Bahan
1.      Setek pucuk jeruk nipis
2.      Larutan yang terdapat hormon auksin.
3.      Pasir

















IV.  CARA KERJA


  1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
  2. Mengisi  10 buah polybag dengan pasir sebagai media tanam dan menanaminya dengan setek pucuk jeruk nipis yang 5 diantaranya terlebih dahulu bagian bawahnya dibenamkan atau direndamkan ke dalam larutan yang berisi hormon auksin selama ± 5 menit dan 5 yang lainnya tidak dicelupkan karena dijadikan kontrol.
  3. Menyiram setek tersebut dengan air sampai pada kondisi kapasitas lapang dan mencungkupinya dengan plastik lalu mengikatnya dengan tali rafia dan meletakkannya di tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung selama ± 3 minggu.
  4. Pada terakhir kali pengamatan praktikan mengamati jumlah tunas, jumlah akar utama, jumlah akar cabang, dan panjang akar.
  5. Mencatat semua hasil pengamatan yang dilakukan.















V.  HASIL PENGAMATAN


Perlakuan
Ulangan
å tunas
å akar utama
å akar cabang
Panjang akar (cm)
I
II
III
I
II
III
I
II
III
I
II
III



Kontrol
1
2
3
4
5
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
1
3
0
8
5
5
8
23
8
4
11
4
5
0
0
1
0
0
52
46
26
14
8
23
2
3
0
17
0
0
7,5
4,2
0
6,6
9,7
6,2
10,8
6,8
8,2
5,7
6,1
2,5
7
å
0
3
2
4
49
32
1
146
45
11,7
39,1
29,5
Rata-rata
0
0,6
0,4
0,8
9,8
6,4
0,2
29,2
9
2,34
7,82
5,9



Auksin
1
2
3
4
5
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
2
1
0
4
2
3
2
2
7
9
1
2
7
2
2
10
7
0
0
0
0
0
0
15
5
16
0
10
25
19
13
4
0
2
1
1
3
0,5
10,4
4,7
7,6
1
7,1
8
5,7
6,2
7,8
0
å
0
1
4
13
26
21
0
46
61
7,5
30,8
27,7
Rata-rata
0
0,2
0,8
2,6
5,2
4,2
0
9,2
12,2
1,5
6,16
5,54









VI.  PEMBAHASAN


            Dari hasil pengamatan yang ada menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata mengenai jumlah tunas antara setek jeruk nipis yang diberi auksin dengan yang tidak (kontrol).  Sedangkan mengenai jumlah akar utama dan jumlah akar cabang justru lebih banyak yang dihasilkan tanaman kontrol dibandingkan dengan tanaman jeruk yang diberi auksin.  Begitu juga dengan panjang akarnya yang tetap menunjukkan bahwa tanaman kontrol lebih panjang dibandingkan dengan tanaman jeruk yang diberi auksin.
            Padahal seharusnya tanaman yang diberi auksin panjang akarnya harus lebih panjang dibandingkan dengan tanaman kontrol karena salah satu peranan auksin adalah membantu pertumbuhan dalam hal perpanjangan atau pembesaran sel.  Yang menyebabkan bisa terjadi demikian mungkin dikarenakan konsentrasi yang berlebih dari auksin yang diberikan.  Karena konsentrasi yang berlebih justru membuat kerja auksin menjadi terhambat.
            Peristiwa perpanjangan akar ke arah bumi atau yang lazim disebut geotropisme disebabkan oleh gravitasi bumi yang menyebabkan konsentrasi auksin di bagian bawah lebih tinggi.  Perbedaan konsentrasi ini menyebabkan geotropisme negatif pada batang dan geotropisme positif pada akar sehingga akan membelok ke arah bumi (Darmawan, 1983).
            Pada banyak tanaman, pucuk lateral tidak mau tumbuh bila pucuk terminalnya utuh.  Bila pucuk terminal dipotong maka pucuk lateral mulai tumbuh.  Ternyata pucuk terminal menghasilkan auksin dalam jumlah besar sehingga konsentrasinya menghambat pertumbuhan pucuk lateral.  Bila disingkirkan, maka sumber auksin hanya dari pucuk lateral saja yang menghasilkan auksin dalam jumlah kecil sehingga merangsang pertumbuhan (Darmawan, 1983).
            Mengapa konsentrasi yang lebih justru menghambat cara kerja auksin pada pertumbuhan akar ?  Sudah sejak lama diduga bahwa sebagian penghambatan ini disebabkan oleh etilen, sebab semua jenis auksin memacu berbagai jenis sel tumbuhan untuk menghasilkan etilen, terutama bila sejumlah besar auksin ditambahkan.  Terdapat bukti yang kuat bahwa auksin dari batang sangat berpengaruh pada awal pertumbuhan akar.  Bila daun muda dan kuncup (yang kaya akan auksin) dipangkas, jumlah pembentukan akar samping berkurang.  Bila hilangnya organ tersebut diganti dengan auksin, kemampuan membentuk akar sering menjadi pulih kembali (Salisbury dan Ross, 1995).
            Daerah pembentukan akar liar pada batang sebagian besar spesies terletak pada bagian basal fisiologis yang menjauhi apeks batang (bagian distal).  Bahkan, jika potongan tajuk diletakkan terbalik dalam lingkungan atmosfer yang lembab, biasanya akar akan terbentuk di dekat puncak, jauh dari ujung batang yang asli dan di tempat yang diperkirakan auksin terkumpul akibat pergerakan secara polar.  Pada banyak spesies, akar liar terbentuk di daerah dasar batang tumbuhan utuh, kadang hanya berupa primordia.  Akar liar tidak hanya muncul dari dasar batang, tetapi dapat pula terbentuk di permukaan bawah batang yang diletakkan pada posisi mendatar, asalkan dijaga kelembapannya.  Kandungan auksin meningkat di daerah munculnya akar, sebelum akar berkembang (Salisbury dan Ross, 1995).
            Pada peristiwa pemanjangan akar juga tak lepas dari peristiwa pembelahan sel.  Karena pemanjangan akar disebabkan adanya pembelahan sel apalagi kalau ditambah dengan adanya auksin dalam konsentrasi rendah.  Karena adanya auksin, dinding selulosa menjadi kenyal (plastic) dan diperluas oleh potensi osmosis cairan sel.  Anyaman fibril selulosa yang menyusun kerangka dinding menjadi kendur, dan hal ini memungkinkan penambahan fibril selulosa.  Auksin ditranslokasi keluar dari tempat sintesis oleh suatu mekanisme pengangkutan yang sangat terpolarisasi yang memerlukan energi metabolisme dan menggerakkan auksin hanya searah.  Arah ini selalu menjauhi ujung pucuk, jadi secara anatomi mudah ditentukan (Loveless, 1991).
            Disamping struktur kimiawi, aktivitas suatu senyawa tergantung pula pada faktor luar dan dalam (Heddy, 1989), antara lain :
1.      Lingkungan luar (suhu, radiasi, kelembaban).
2.      Kemampuan senyawa untuk melalui kutikula atau menbran sel.
3.      Translokasi dalam tumbuhan ke daerah kegiatan.
4.      Cara inaktivasi dalam tumbuhan.
5.      Ketersediaan ATP atau nukleotida lain.
6.      Kebutuhan akan logam atau kofaktor jika terlibat reaksi-rekasi enzimatik.
Pada praktikum kali ini auksin diberikan pada setek jeruk nipis.  Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian hormon untuk setek (Kusumo, 1984), adalah :
1.      Hormon hanya menambah atau mendorong perakaran, bukannya menggantikan pengalaman dan teknik.
2.      Hormon tidak dapat mengubah kebiasaan dalam pengambilan bahan setek walaupun adakalanya pemberian hormon dapat berhasil baik pada keadaan yang kurang menguntungkan.
3.      Perlu hati-hati dengan dosis pemakaian hormon dalam mempersiapkan zat yang akan diberikan.

















VII.  SIMPULAN

1.      Hormon atau zat pengatur tumbuh adalah suatu senyawa organic yang disintesis di suatu bagian tumbuhan dan dapat dipindahkan ke bagian tumbuhan yang lain, yang dalam konsentrsi kecil dapat berpengaruh pada proses fisiologis.
2.      Ada 5 macam zat pengatur tumbuh, yaitu auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat, dan etilen.
3.      Auksin adalah zat pengatur tumbuh yang berperan dalam pemanjangan sel dan pembelahan sel dalam jumlah konsentrasi yang kecil.
4.      Setek jeruk nipis yang diberi auksin ternyata pertumbuhan akarnya terhambat yang dikarenakan terlalu tingginya konsentrasi auksin yang diberikan, dibandingkan dengan tanaman kontrol.

















DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Ir. Zainal.  1983.  Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh.  Bandung : Angkasa
Darmawan, Dr. Ir. Januar dan Baharsjah, Dr. Ir. Justika S.  1983.  Dasar-Dasar
            Fisiologi Tanaman.  Semarang : Suryandaru Utama
Heddy, Ir. Suwasono.  1989.  Hormon Tumbuhan.  Jakarta : CV Rajawali
Kimball, John W.  1992.  Biologi Jilid 2.  Jakarta : Erlangga
Kusumo, Surachmat.  1984.  Pengatur Tumbuh Tanaman.  Bogor : CV Yasaguna
Loveless, A. R.  1991.  Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik.
            Jakarta : Erlangga
Salisbury, Frank B dan Ross, Cleon W.  1995.  Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung
            : ITB
Wilkins, Malcolm B.  1992.  Fisiologi Tanaman 1.  Jakarta : Bumi Aksara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mikrobiologi Acara III STERILISASI DAN KERJA ASEPTIS

Laporan Praktikum Ekofisiologi Tanaman "Respon Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis terhadap Cekaman Kekeringan"

Mikrobiologi acara II Pembuatan Media Pertumbuhan